undefined
undefined
undefined
DAYA SAING
Perusahaan yang tidak
mempunyai daya saing akan ditinggalkan oleh pasar. Karena tidak memiliki daya
saing berarti tidak memiliki keunggulan, dan tidak unggul berarti tidak ada
alasan bagi suatu perusahaan untuk tetap survive
di dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Malecki, E.J. and Oinas dalam
Tarigan (2009) memberikan definisi, daya
saing merupakan kemampuan ekonomi dan masyarakat lokal (setempat) untuk
memberikan peningkatan standar hidup bagi warga/penduduknya. Definisi tersebut
di elaborasikan lagi oleh European
Commission (1999) yang
menyatakan,
Daya
saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang memenuhi
pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara tingkat
pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan daerah menghasilkan
tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka
terhadap persaingan eksternal.
Sedangkan daya saing
dari sudut pandang global dapat dilihat dari 12 indikasi (Martin dalam
Kementerian Pertanian, 2014) yaitu 1) kelembagaan, 2) infrastruktur, 3)
lingkungan makroekonomi, 4) kesehatan dan pendidikan dasar, 5) pendidikan
tinggi dan pelatihan, 6) efisiensi pasar barang, 7) efisiensi pasar tenaga kerja,
8) pengembangan pasar keuangan ,9) kesiapan teknologi, 10) ukuran pasar, 11)
kecanggihan bisnis dan 12) inovasi. Kemudian, keadaan daya saing indonesia
semakin rentan menjadi pasar karena daya saing yang rendah akibat buruknya
infrastruktur. Peringkat infrastruktur Indonesia 61, relatif buruk dibandingkan
dengan peringkat Thailand (47), Malaysia (29), dan Singapura (2). Dalam
efisiensi pasar tenaga kerja, Indonesia ada pada peringkat ke-103. Bandingkan
dengan negara lain di ASEAN: Filipina (100), Myanmar (98), Thailand (62), dan Vietnam
(56). Tingkat efisiensi pasar tenaga kerja anggota ASEAN lainnya dibawah 50 (Tinjauan
Kompas, 2015).
Indonesia juga relatif
buruk dalam pendidikan dasar dan kesehatan (72), kelembagaan (67), pelatihan
dan pendidikan tinggi (64), pengembangan pasar keuangan (60), ketersediaan
teknologi (75, serta efisiensi pasar produk (50). Gambaran daya saing level
nasional dapat mendeskripsikan keadaan daya saing tingkat regional yaitu di
kabupaten lombok utara provinsi nusa tenggara barat yang masih rendah.
Kawasan Nipah desa
Malaka Kecamatan Pemenang memiliki kekurangan sumber daya manusia yang mumpuni.
Ini dapat dilihat dari dominan pendidikan yang memiliki profesi sebagai
pedagang adalah pendidikan SD. Didukung lagi oleh keturunan atau anak dari
pedagang tersebut dominan pendidikan terakhirnya adalah SMA. Hal ini terjadi
karena orang tua kurang memiliki orientasi untuk menyekolahkan anak ke jenjang
yang lebih tinggi, kesuksesan dan kemanfaatan anak diukur dari kecepatan untuk
memiliki penghasilan sebagai usaha membantu orang tua. Terlebih, pedagang ikan
bakar di kawasan Nipah memiliki perspektif yang baik kedepannya dengan melihat
jumlah pengunjung yang datang. Walaupun demikian, tanpa pendidikan yang tinggi,
masyarakat desa Malaka tersebut tetap survive menjalankan usaha sebagai pedagang
ikan bakar. Ini dikarenakan keahalian yang bersifat genetik yaitu warisan
keahlian dari orang tua (keturunan) untuk dapat melanjutkan usaha yang sama di
masa yang akan datang. Lebih lanjut, pengolahan ikan bakar di kawasan Nipah
tidak beragam melainkan seragam. Keterbatasan pengatahuan, keterbatasan untuk
inovasi, kurangnya kesadaran untuk kompetitif adalah penyebabnya, menjadikan
usaha ini tidak dapat berkembang secara melejit. Sehingga untuk meningkatkan
daya saing industri nasional maupun regional, diperlukan sinergi dan kerja sama
yang kuat, antara pemerintah dan stakeholder terkait, mulai dari pelaku usaha
hingga pemerintah untuk memberikan stimulus softskill maupun hardskill.