twitter


INFRASTRUKTUR

Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan, sehingga pada fase awal pembangunan disuatu negara hal tersebut akan dipikul sepenuhnya oleh Pemerintah yang dibiayai dari APBN murni (digilib.its.ac.id). Menurut Grigg (1988) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

Pentingnya ketersediaan infrastruktur tersebut membuat Pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk menyediakan infrastruktur tersebut membutuhkan suatu dana yang sangat besar untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang menyeluruh dan berkesinambungan. Ironisnya, bahwa kemampuan pemerintah untuk menyediakan dana untuk menyediakan infrastruktur jauh dari kata cukup. Sebagai gambaran Pemerintah memiliki target pembiayaan infrastruktur selama tahun 2009-2014 (untuk memenuhi Millenium Development Goal pada tahun 2015) adalah sebesar kurang lebih 1400 triliun rupiah, sementara kemampuan pendanaan Pemerintah sendiri melalui APBN selama 5 tahun diprediksikan hanya mencapai sekitar 400 triliun rupiah, Dari hal tersebut dapat dilihat sebuah financial gap yang cukup besar, yaitu sekitar 1000 triliun rupiah. Dalam hal ini diharapkan peran swasta untuk menutup financial gab yang besar tersebut, melalui berbagai skema Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS) atau Public-Private Partnership (KPPOD, 2012).

Public-private partnership dapat digambarkan pada sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan-hubungan antara public dan private actors untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang dapat diperoleh pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan pada ilmu teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship, yang dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan pengetahuan dan budaya lokal.

Di tingkat daerah, alokasi anggaran untuk infrastruktur terus meningkat, namun temuan studi KPPOD memperlihatkan bahwa peningkatan anggaran tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas infrastruktur. Korupsi dipandang sebagai biang keladi dari ketidaksinkronan antara peningkatan anggaran dengan kualitas infrastrukur. Berbagi macam perbincangan tentang urgensi infrastruktur yang menjadi eskalator pertumbuhan ekonomi disertai dengan perbaikan seluruh elemen ekonomi, sosial masyarkat. Maka, melalui peraturan Presiden Republik Indonesia nomor  38  tahun  2015 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur diharakan, meningkatkan perekonomian nasional, menyejahterakan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global dengan menciptakan iklim investasi, mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan layanan berdasarkan prinsip-prinsip usaha yang sehat. Sehingga diperlukan pengaturan guna melindungi dan menjaga kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara berkeadilan.

Dari sudut pandang regional yaitu di Provinsi Nusa Tenggara Barat, infrastruktur  perdagangan  tidak memiliki masalah yang berarti, jalan, pelabuhan udara, pelabuhan laut sudah memadai, yang sekarang menjadi tantangan adalah ketersediaan pelabuhan internasional yang dapat menjadi pelabuhan hub untuk menghubungkan produk NTB dengan pasar internasional (Firmansyah dkk, 2015). Rencana gubernur menjadikan kabupaten lombok utara sebagai pelabuhan internasional  merupakan sebuah kebutuhan yang tepat saat ini. Sehingga bukan keniscayaan untuk dapat berperan aktif dan menjadi pemain dalam era global terlebih menyongsong Indonesia emas 2045. Namun demikian yang menjadi perhatian masalah infrastruktur ditingkat desa atau district. Berdasarkan hasil observasi penelitian di kawasan Nipah lombok utara menunjukkan adanya permasalahan infrastruktur yang menghambat pembangunan seperti; Jalan di kawasan perdagangan belum menggunakan aspal, tidak ada pelabuhan kecil, tidak ada kilang minyak, dan lembaga pembiayaan yang menunjang kebutuhan usaha. Padahal kawasan Nipah memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi pusat aglomerasi ekonomi dengan memanfaatkan kekayaan lokal dimiliki, pantai yang mempesona, wisata pegunungan yang indah dan sentra perdagangan strategis kemudian di dukung oleh mayoritas pekerjaan penduduk setempat adalah nelayan.

1 komentar:

  1. Infrastruktur memang modal dasar yang harus dicanangkan terlebih dahulu.

Posting Komentar