undefined
undefined
undefined
ANALISIS PDRB PROVINSI NUSA TENGGARA
BARAT
TAHUN 2005-2014
Anlysis
Of Gross Regional Domestic Product In
East Nusa Tenggara Province Years 2005-2014
HARFI HAMBANI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu
indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja
ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk tingkat wilayah, baik di tingkat
wilayah propinsi maupun kabupaten atau kota digunakan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga perubahan PDRB yang
terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya
(Haryanto, 2008). Menurut BPS (2010), PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi
dalam suatu wilayah.
Menurut Heru (2011), PDRB saat ini sudah menjadi salah
satu publikasi BPS yang dikenal luas. Popularitasnya bukan hanya merambah
kalangan akademisi, tetapi dalam perkembangan terakhir, justru menjangkau
kalangan birokrasi. Di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota, pemerintah
daerah membutuhkannya untuk penyusunan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban)
Gubernur, Bupati atau Walikota sebagai ukuran kinerja ekonomi daerah. Dengan
demikian pembahasan PDRB merupakan suatu yang penting karena menyangkut aspek pemerintahan,
perekonomian, dan sebagainya.
Keadaan ekonomi suatu daerah dapat terlihat dari PDRB
daerah tersebut. PDRB dapat mencerminkan kondisi dan pencapaian aktivitas atau
kinerja perekonomian daerah. Informasi ini sangat dibutuhkan guna mendukung
setiap kebijakan yang akan diambil oleh para decision maker (pengambil
keputusan) mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil-hasil
pembangunan di suatu daerah. Penyusunan PDRB suatu daerah merupakan salah satu
upaya daerah tersebut dalam memberikan informasi yang jelas tentang gambaran
pembangunan ekonomi, situasi, kondisi dan potensi suatu daerah sehingga
memudahkan pemerintah maupun pihak swasta dalam menentukan kebijakan
pembangunan di daerah tersebut.
Untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya
(riil), faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan regional
yang di dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan PDRB atas harga berlaku.
Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah ditiadakan
merupakan PDRB atas harga konstan. Untuk mengetahui apakah daya beli masyarakat
meningkat atau tidak, pendapatannya harus dibandingkan dalam nilai konstan.
Dengan alasan ini, maka PDRB disajikan dalam dua bentuk, yaitu PDRB atas harga
berlaku dan PDRB atas harga konstan. Selain itu, tulisan ini membahas tentang sektor-sektor
yang potensial dengan melihat indikasi kontribusi antara lain sektor pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian, listrik, gas
dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya.
1.2.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah tulisan ini adalah:
1.2.1. Bagaimanakah
gambaran ekonomi Nusa Tenggara Barat?
1.2.2. Sektor
manakah yang memiliki potensi dan layak untuk dikembangkan?
1.3.
TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1.3.1. Untuk
mengetahui gambaran dan kondisi perekonomian nusa tenggara barat dengan melihat
indikator PDRB.
1.3.2. Untuk
mengetahui sektor manakah yang memiliki potensi dan layak untuk dikembangkan
berdasarkan indikator kontribusi yang diberikan
1.3.3. Untuk
mendapatkan nilai terbaik pada mata kuliah ekonomi pembanguan.
1.4.
MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini
adalah:
1.4.1. Sebagai
referensi untuk mengetahui gambaran dan kondisi perekonomian nusa tenggara
barat.
1.4.2. Sebagai
referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan PDRB.
1.4.3. Sebagai
referensi pembelajaran untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ø PDRB
2.1.
Wilayah
Domestik dan Regional
Pengertian domestik/regional
disini dapat merupakan Propinsi atau Daerah Kabupaten atau Kota. Transaksi
Ekonomi yang akan dihitung adalah transaksi yang terjadi di wilayah domestik
suatu daerah tanpa memperhatikan apakah transaksi dilakukan oleh masyarakat (residen) dari daerah tersebut atau masyarakat
lain (non-residen).
2.2.
Produk
Domestik
Semua barang dan jasa
sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah
domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau
dimiliki oleh penduduk dareha tersebut, merupakan produk domestik daerah yang
bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi
tersebut merupakan pendapatan domestik. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian
dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah
berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor
produksi yang dimilki oleh penduduk daerah tersebut ikut serta dalam proses
produksi di daerah lain atau di luar negeri.
Hal ini menyebabkan nilai
produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang
diterima penduduk daerah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir
antar daerah ini (termasuk juga dari da ke luar negeri) yang pada umumnya
berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara
produk domestik dan produk regional.
2.3.
Produk
Regional
Produk regional merupakan
produk domestik ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi yang diterima
dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan dari faktor produksi yang
dibayarkan ke luar daerah/negeri. Jadi produk regional merupakan produk yang
ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh residen.
2.4.
Residen
dan Non-Residen
Unit institusi yang mencakup
penduduk/rumah tangga, perusahaan, pemerintah lembaga non-profit, dikatakan
sebagai residen bila mempunyai atau melakukan kegiatan ekonomi di suatu wilayah
(Indonesia). Suatu rumah tangga, perusahaan, lembaga non profit tersebut
mempunyai atau melakukan kegiatan ekonomi di suatu wilayah jika memiliki tanah atau
bangunan atau melakukan kegiatan produksi di wilayah tersebut dalam jangka
waktu tertentu (minimal satu tahun).
Hal-hal yang perlu
diperhatikan tentang konsep residen dan non-residen suatu unit institusi adalah
antara lain,
A.
Penduduk suatu daerah adalah
individu-individu atau anggota rumah tangga yang bertempat tinggal tetap di
wilayah domestik daerah tersebut, kecuali :
v Wisatawan
mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) daerah lain yang tinggal
di wilayah domestik daerah tersebut kurang dari 1 tahun yang bertujuan untuk
bertamasya atau berlibur, berobat, beribadah, kunjungan keluarga, pertandingan
olahraga nasional atau internasonal dan konferensi-konferensi atau pertemuan
lainnya, dan kunjungan dalam rangka belajar atau melakukan penelitian;
v Awak
kapal laut dan pesawat udara luar negeri atau luar daerah yang kapalnya sedang
masuk dok atau singgah di daerah tersebut.
v Pengusaha
asing dan pengusaha daerah lain yang berada di daerah tersebut kurang dari 1
tahun, pegawai perusahaan asing dan pegawai perusahaan daerah lainnya yang
berada di wilayah domestik daerah tersebut kurang dari1 tahun, misalnya untuk
tujuan memasang jembatan atau peralatan yang dibeli dari mereka.
v Pekerja
musiman yang berada dan bekerja di wilayah domestik daerah tersebut, yang
bertujuan sebagai pegawai musiman saja.
v Anggota
Korps Diplomatik, konsulat, yang ditempatkan di wilayah domestik daerah
tersebut.
B. Organisasi
internasional adalah bukan residen di wilayah dimana organisasi tersebut berada
namun pegawai badan internasional/nasional tersebut adalah bukan penduduk
daerah tersebut jika melakukan misi kurang dari 1 tahun.
2.5.
Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar
Produk Domestik Regional
Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah adalah nilai yang
ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam proses
produksi. Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi
biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan
faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak
tidak langsung neto. Jadi dengan menjumlahkan nlai tambah bruto dari
masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor
tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar.
2.6.
Produk
Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar
Perbedaan antara konsep neto
di sini dan konsep bruto di atas, ialah karena pada konsep bruto di atas;
penyusutan masih termasuk di dalamnya, sedangkan pada konsep neto ini komponen
penyusutan telah dikeluarkan. Jadi Produk Domestik Regional Bruto atas dasar
harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk Domestik Regional Neto
atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud di sini ialah nilai susutnya
(ausnya) barang-barang modal yang terjadi selama barang-barang modal tersebut
ikut serta dalam proses produksi. Jika nilai susutnya barang-barang modal dari
seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan penyusutan yang
dimaksud di atas.
2.7.
Produk
Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor
Perbedaan antara konsep
biaya faktor di sini dan konsep harga pasar di atas, ialah karena adanya pajak
tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh
pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak
penjualan, bea ekspor dan impor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak
pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi
dibebankan pada biaya produksi atau pada pembeli hingga langsung berakibat
menaikkan harga barang. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat
menaikkan harga tadi, ialah subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit
produksi, yang bisa mengakibatkan penurunan harga.
Jadi pajak tidak langsung
dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya yang satu
berpengaruh menaikkan sedang yang lain menurunkan harga, hingga kalau pajak
tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak tidak langsung neto.
Kalau Produk DOmestik Regional Neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan
pajak tidak langsung neto, maka hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto
atas dasar biaya faktor.
2.8.
Pendapatan
Regional
Dari konsep-konsep yang
diterangkan di atas dapat diketahui bahwa Produk DOmestik Regional Neto atas
dasar biaya faktor itu sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu daerah. Produk Domestik
Regional Neto atas dasar biaya faktor, merupakan jumlah dari pendapatan yang
berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul atau
merupakan pendapatan yang berasal dari daerah tersebut.
Akan tetapi pendapatan yang
dihasilkan tadi, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah itu, sebab
ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah lain, misalnya suatu
perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi
beroperasi di daerah tersebut, maka dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu
sebagian akan menjadi milik orang luar yaitu milik orang yang mempunyai modal
tadi. Sebaliknya kalau ada penduduk daerah ini yang menambahkan modalnya di
luar daerah maka sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir ke dalam daerah
tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal.
Kalau Produk Domestik
Regional Neto atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir
ke luar dan ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam, maka hasilnya
akan merupakan Produk Regional Neto yaitu merupakan jumlah pendapatan yang
benar-benar diterima oleh seluruh yang tinggal di daerah yang dimaksud. Produk
Regional Neto inilah yang merupakan Pendapatan Regional.
Ø METODOLOGI
Untuk menghitung angka-angka
PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :
1.
Menurut
Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai
tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di
wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit
produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha
(sektor) yaitu :
ü Pertanian,
Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
ü Pertambangan
dan Penggalian
ü Industri
Pengolahan
ü Listrik,
Gas dan Air Bersih
ü Konstruksi
ü Perdagangan,
Hotel dan Restoran
ü Pengangkutan
dan Komunikasi
ü Keuangan,
Real Estate dan Jasa Perusahaan
ü Jasa-jasa
termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi
sub-sub sektor.
2.
Menurut
Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas
jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan
pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan
pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3.
Menurut
Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri
dari :
ü pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba
ü pengeluaran
konsumsi pemerintah
ü pembentukan
modal tetap domestik bruto
ü perubahan
inventori, dan
ü ekspor
neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).
Secara konsep ketiga
pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran
akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama
pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang
dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena
di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.
Ø METODOLOGI
PDRB PENGELUARAN
1.
Metodologi
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga PDRB Tahunan
Penghitungan PKRT selama ini
didasarkan pada hasil Susenas. Akan tetapi, karena data pengeluaran rumah
tangga dari Susenas cenderung underestimate khususnya untuk kelompok bukan
makanan dan makanan jadi, maka perlu dilakukan penyesuaian (adjustment). Dalam
melakukan adjustment, digunakan data sekunder dalam bentuk data atau indikator
suplai yang diperoleh dari berbagai sumber di luar Susenas. Cara yang dilakukan
adalah menggantikan (me-replace) hasil Susenas dengan hasil penghitungan data
sekunder atas komoditas, kelompok komoditas, atau jenis pengeluaran tertentu.
Asumsinya, bahwa penghitungan data sekunder lebih mencerminkan PKRT yang
sebenarnya.
Langkah penghitungan di atas
akan menghasilkan besarnya PKRT atas dasar harga (adh) berlaku. Untuk
memperoleh konsumsi rumah tangga harga konstan 2010, PKRT harga berlaku
terlebih dahulu dikelompokkan menjadi 12 kelompok COICOP. Konsumsi rumah tangga
konstan 2010 diperoleh dengan metode deflasi, dengan deflator IHK 12 kelompok
COICOP yang sesuai.
PDRB Triwulanan
Penghitungan PKRT triwulanan
atas dasar harga (adh) berlaku didasarkan pada nilai PKRT triwulan sebelumnya
dikalikan dengan Indeks Konsumsi Triwulanan hasil SKKRT. Untuk memperoleh PKRT
triwulanan atas dasar harga (adh) konstan digunakan metode deflasi, dengan
deflator IHK 12 kelompok COICOP yang sesuai.
2.
Metodologi
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Ø Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
Baik penghitungan tahunan maupun triwulanan,
metodologinya sbb:
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah atas dasar harga berlaku
(ADHB) = output-penjualan barang dan jasa + social transfer in kind purchased
market production. Output non pasar dihitung melalui pendekatan biaya-biaya
yang dikeluarkan, seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bantuan
sosial dan belanja lain-lain.
Ø Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
Baik penghitungan tahunan maupun
triwulanan, metodologinya sbb:
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah atas dasar harga konstan
diperoleh dengan menggunakan Metode Deflasi dan Ekstrapolasi
3.
Metodologi
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Estimasi nilai PMTB dapat
dilakukan melalui metode langsung maupun tidak langsung. Pendekatan
"langsung" adalah dengan cara menghitung pembentukan modal (harta
tetap) yang dilakukan oleh berbagai sektor ekonomi produksi (produsen) secara
langsung. Sedangkan pendekatan "tidak langsung"adalah dengan
menghitung berdasarkan alokasi dari total penyediaan produk (barang dan jasa)
yang menjadi barang modal pada berbagai sektor produksi, atau disebut juga
sebagai pendekatan "arus komoditi". Penyediaan atau"supply"
barang modal tersebut bisa berasal dari produk dalam negeri maupun produk luar
negeri (impor).
Ø Pendekatan Secara Langsung
Penghitungan PMTB secara
langsung dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh nilai PMTB yang terjadi
pada setiap sektor kegiatan ekonomi (lapangan usaha). Barang modal tersebut
dinilai atas dasar harga pembelian, yang di dalamnya sudah termasuk biaya-biaya
yang dikeluarkan, seperti biaya untuk transportasi, biaya instalasi,
pajak-pajak serta biaya-biaya lain yang berkaitan dengan pengadaan barang modal
tersebut. Bagi barang modal yang berasal dari impor di dalamnya termasuk bea
masuk dan pajak-pajak yang berkaitan dengan pengadaan barang modal tersebut.
Dari laporan keuangan
perusahaan dapat diperoleh informasi/data tentang pembentukan modal tetap bruto
(perubahan atas harta tetap, yang dinilai atas dasar harga berlaku (ADHB) dan
harga pembelian (perolehan), pada setiap sektor. Untuk memperoleh nilai
pembentukan modal atas dasar harga konstan, pembentukan modal (ADHB) tersebut
di"deflate"dengan menggunakan indeks harga perdagangan besar yang sesuai
dengan masing-masing kelompok jenis barang modalnya.
Ø Pendekatan Secara Tidak Langsung
Penghitungan pembentukan
modal dengan cara tidak langsung disebut juga sebagai pendekatan melalui arus
komoditas (commodity flow approach).
Pendekatannya adalah dengan menghitung nilai produk barang yang dihasilkan oleh
berbagai sektor ekonomi (supply) yang
kemudian dialokasikan sebagian menjadi barang modal. Estimasi penghitungan PMTB
berupa bangunan dilakukan dengan menggunakan rasio tertentu dari nilai output
sektor konstruksi, baik atas dasar harga berlaku maupun konstan.
4.
Metodologi
Inventori
Revaluasi
Ø Quantum
X Harga
Deflasi
Ø Perubahan
Inv. Adhb : Indeks Harga
Ekstrapolasi
Ø Jumlah
Inv. tahun dasar Adhk : Indeks Quantum
5.
Metodologi
Ekspor - Impor
Secara
umum, penghitungan ekspor-impor barang luar negeri dalam PDB Provinsi identik
dengan penghitungan pada lembar kerja ekspor-impor dalam PDRB. Namun, langkah
awal yang harus dilakukan dalam penghitungan ekspor-impor PDB Provinsi adalah
rekonsiliasi sumber data utama ekspor-impor kepabeanan bersama Provinsi lainnya
di bawah koordinasi Bidang Neraca dan Distribusi BPS Provinsi. Dari
rekonsiliasi tersebut diharapkan diperoleh nilai bulanan ekspor (fob) dan impor
(cif) dalam USD menurut Provinsi asal (ekspor) dan Provinsi tujuan (impor).
Khusus impor, tidak mencakup data dari Kawasan Berikat Nasional (KBN).
Selanjutnya, dilakukan
agregasi data kepabeanan ke dalam klasfikasi 18 kelompok komoditas barang Tabel
Supply & Use /SUT (triwulanan) menggunakan tabel konversi HS ke Tabel SUT.
Untuk melengkapi cakupan, nilai ekspor-impor perlu ditambahkan besaranDirect
Purchase dan rasio undocumented transactions berdasarkan rasio yang telah
disepakati. Khusus untuk impor perlu dikurangkan besaran insurance imports
berdasarkan rasio yang juga telah ditentukan.
Dengan demikian, telah
diperoleh nilai ekspor-impor triwulanan atas dasar harga berlaku dalam satuan
USD yang telah sesuai dengan cakupan PDB. Untuk mendapatkan nilai ekspor-impor
triwulanan atas dasar harga berlaku dalam satuan rupiah, dapat digunakan kurs
tertimbang triwulan ekspor-impor.
Penghitungan ekspor-impor
barang luar negeri atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000,
menggunakan pendekatan deflator. Deflator yang digunakan adalah Indeks Harga
per Unit (2000=100) yang digerakkan dengan laju "IHPB tertimbang
Ekspor-Impor (2000=100)" per kelompok komoditas barang dalam Tabel SUT.
Dengan men-deflate (membagi nilai triwulanan ekspor-impor adhb (dalam rupiah)
terhadap setiap deflatornya, maka diperoleh nilai triwulanan ekspor-impor atas
dasar harga konstan 2000 (dalam rupiah) menurut kelompok komoditas barang dalam
Tabel SUT.
BAB
III
PEMBAHASAN
Bagaimanakah gambaran ekonomi Nusa Tenggara
Barat?
|
Sektor manakah yang memiliki potensi dan
layak untuk dikembangkan?
|
3.1.
Gambaran
Wilayah
Provinsi NTB terdiri atas 2 (dua)pulau besar yaitu Pulau
Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 pulau
yang telah berpenghuni. Luas wilayah Provinsi NTB mencapai 20.153,20 km.
Terletak antara 1150 46' - 1190 5'Bujur Timur dan 80
10' - 90 5' Lintang Selatan.
Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2
(76,49 %) atau 2/3 dari luas Provinsi NTB, dan luas Pulau Lombok hanya mencapai
1/3 saja. Pusat pemerintahan Provinsi NTB terdapat di Kota Mataram Pulau
Lombok. Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu
166 mdpl sementara Taliwang terendah dengan
11 mdpl. Kota Mataram sebagai tempat Ibukota Provinsi NTB memiliki ketinggian
27 mdpl.
Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 kabupaten, 2
kota, 116 kecamatan dan 1.146 desa/ kelurahan. Kabupaten Sumbawa memiliki
kecamatan terbanyak, yaitu 24 kecamatan. Sedangkan Kabupaten Lombok Timur
memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan terbanyak dengan 254
desa/kelurahan dengan jumlah kecamatan sebesar 20 kecamatan.
Jumlah seluruh kecamatan di Pulau Sumbawa sebanyak 63
kecamatan, lebih banyak dari Pulau Lombok sebanyak 54 kecamatan sedangkan untuk
jumlah desa/kelurahan berbanding terbalik dengan jumlah seluruh kecamatan di
Pulau Sumbawa. Jumlah seluruh desa/kelurahan di Pulau Lombok ada 598
desa/kelurahan lebih banyak dari Pulau Sumbawa sebanyak 548 desa/kelurahan.
3.2.
Gambaran
Kependudukan
Berdasarkan data penduduk Dana Alokasi Umum (DAU) 2013
jumlah penduduk Nusa Tenggara Barat mencapai 4.630.302 jiwa. Dengan rincian,
laki-laki sebanyak 2.244.721 jiwa dan perempuan sebanyak 2.385.581 jiwa, dengan
rasio jenis kelamin sebesar 94,10. Jumlah penduduk terbesar terdapat di
Kabupaten Lombok Timur dan yang terkecil di Kabupaten Sumbawa Barat. Jumlah
rumahtangga di Provinsi NTB adalah 1.296.432 rumahtangga dengan rata-rata
anggota rumahtangga sebesar 3,57 orang.
Bila dilihat menurut kelompok umur. komposisi penduduk
Provinsi NTB berbentuk pyramid dengan komposisi
penduduk terbanyak pada umur 0 - 4 tahun yaitu sebanyak 489.623 jiwa. terkecil
pada kelompok umur 60 - 64 tahun.
3.3.
Gambaran
Ketenagakerjaan
Jumlah penduduk NTB berumur 15 tahun ke atas mencapai 3.200.485
orang. Penduduk yang bekerja mencapai 1.981.842 orang (61,95%). Sekolah 248.672
orang. Mengurus Rumah Tangga 642.662 orang dan sisanya mencari pekerjaan dan
penerima pendapatan.
Jumlah penduduk yang mencari pekerjaan berdasarkan
Susenas mencapai 112.708 orang. Berdasarkan data yang bersumber dari Dinas
Tenaga Kerja Provinsi NTB. pada tahun 2013
jumlah pencari kerja yang terdaftar di Provinsi NTB sebanyak 73.415 orang. terdiri dari 47.655
laki-laki dan 25.760 perempuan. Dari jumlah tersebut yang sudah ditempatkan
atau mendapatkan pekerjaan sebanyak 49.140 orang yang didominasi oleh tenaga
kerja hanya tamat Sekolah Dasar mencapai 84,90 persen (atau 41.721 orang).
Jumlah TKI yang terdaftar hingga tahun 2013 telah
mencapai 45.699 orang dengan komposisi 80,31 persen laki-laki. Kalau dilihat
menurut jabatan/bidang pekerjaan. terbanyak. yaitu sebesar 36.406 orang bekerja di ladang dan 6.736
orang sebagai pembantu rumah tangga.
Dilihat menurut Negara tujuan. TKI resmi asal Provinsi
NTB paling banyak bekerja di Malaysia Barat dan Uni Emirat Arab. masing-masing
sebanyak 37.179 orang dan 4.068 orang. Jumlah pegawai negeri sipil (PNS)
Pemerintah Provinsi NTB pada triwulan I 2014 sebanyak 7.046 orang. yang terdiri
dari 226 orang golongan I. 2.502 orang golongan II. 3.656 orang golongan III
dan sebanyak 662 orang golongan IV.
3.4.
Analisis
Sektor Potensial
Tulisan ini membahas tentang sektor-sektor yang potensial
dengan melihat indikasi kontribusi antara lain sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air
bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi,
keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya. Semua subsektor
tersebut tercermin dalam komponen PDRB. Berikut total PDRB Nusa Tenggara Barat
dari tahun 2004-2013
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2004 - 2013 (Miliar Rupiah)
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
22145,67
|
25682,67
|
28596,88
|
33522,23
|
35314,73
|
44014,62
|
49631,65
|
49063,44
|
49679,69
|
56277,97
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 2. Produk Domestik
Regional Bruto Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Nusa
Tenggara Barat (miliar rupiah), 2004-2013
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
14928,17
|
15183,79
|
15603,77
|
16369,22
|
16831,60
|
18874,40
|
20072,64
|
19533,26
|
19318,51
|
20417,22
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 3. Laju Pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Nusa
Tenggara Barat, 2004 - 2013 (Persen)
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
6,07
|
1,71
|
2,77
|
4,91
|
2,82
|
12,14
|
6,35
|
-2,69
|
-1,10
|
5,69
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 4. Distribusi
Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2004-2013 (Persen)
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
1,00
|
0,96
|
0,91
|
0,94
|
0,83
|
0,95
|
0,94
|
0,81
|
0,74
|
0,74
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel di atas menggambarkan Produk Domestik Regional
Bruto atas dasar harga berlaku, atas harga konstan, laju pertumbuhan PDRB dan
Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Provinsi Nusa Tenggara Barat. Angka tersebut menggambarkan kondisi
perekonomian NTB yang di nominalkan dengan indikasi bahwa dalam rentang waktu
10 tahun yaitu dari tahun 2004-2013 memiliki fluktuasi nilai. Berikut gambaran
PDRB NTB secara spesifik.
1.4.1.
PDRB
Tahun 2013
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
pada tahun 2013 sebesar 56.277,97 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 49.679,69 milyar rupiah, atau
mengalami peningkatan sebesar 13,28
persen.
Perekonomian
Provinsi NTB masih didominasi oleh sektor primer yakni sektor pertanian dan
pertambangan. Konstribusi sektor pertanian mencapai 26,15 persen, sedangkan
kontribusi sektor pertambangan mencapai 18,58 persen. Peran sektor sekunder seperti industri
pengolahan masih relatih kecil. Kontribusi industri pengolahan terhadap
perekonomian sebesar 3,74 persen.
Dilihat dari penggunaan PDRB yang tercipta di Provinsi
NTB, 55,58 persen digunakan untuk konsumsi masyarakat dan 29,15 persen
digunakan untuk kegiatan investasi. Investasi sangat dibutuhkan oleh suatu
daerah untuk meningkatkan perekonomiannya.
PertumbuhanEkonomi Provinsi NTB pada tahun 2013 bernilai positif 5,69
persen.
2.4.1.
PDRB
Tahun 2012
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
pada tahun 2012 sebesar 49.529,38 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 48.824,93 milyar rupiah, atau
mengalami peningkatan sebesar 1,44
persen.
Perekonomian Provinsi NTB
masih didominasi oleh sektor primer yakni sektor pertanian dan pertambangan.
Konstribusi sektor pertanian mencapai 25,69 persen, sedangkan kontribusi sektor
pertambangan mencapai 18,63 persen.
Peran sektor sekunder seperti industri pengolahan masih relatih kecil. Kontribusi
industri pengolahan terhadap perekonomian sebesar 3,91 persen.
Dilihat dari penggunaan PDRB
yang tercipta di Provinsi NTB, 54,22 persen digunakan untuk konsumsimasyarakat
dan 31,03 persen digunakan untuk kegiatan investasi. Investasi sangat dibutuhkan
oleh suatu daerah untuk meningkatkan perekonomiannya. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB pada tahun
2012 bernilai negatif 1,12. Ini tidak lepas dari penurunan produksi PT. Newmont
yang memiliki kontribusi besar pada perekonomian Provinsi NTB.
3.4.1.
PDRB
Tahun 2011
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
pada tahun 2011 sebesar 48.729,11 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 49.559,79 milyar rupiah, atau
mengalami penurunan sebesar 1,68 persen.
Perekonomian Provinsi NTB
masih didominasi oleh sektor primer yakni sektor pertambangan dan pertanian.
Konstribusi sektor pertambangan mencapai 26,45 persen, sedangkan kontribusi
sektor pertanian mencapai 23,29 persen. Peran sektor sekunder seperti industri
pengolahan masih relatih kecil. Kontribusi industri pengolahan terhadap
perekonomian sebesar 3,61 persen
Dilihat dari penggunaan PDRB
yang tercipta di Provinsi NTB, 46,72 persen digunakan untuk konsumsi masyarakat
dan 25,01 persen digunakan untuk kegiatan investasi. Investasi sangat dibutuhkan
oleh suatu daerah untuk meningkatkan perekonomiannya. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB pada tahun
2011 bernilai negatif 3,18. Ini tidak lepas dari penurunan produksi PT. Newmont
yang memeliki kontribusi besar pada perekonomian Provinsi NTB.
4.4.1.
PDRB
Tahun 2010 dan 2009
PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2010 sebesar
49.362,71 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 43.985,03 milyar rupiah,
atau mengalami peningkatan sebesar 12,23
persen.
Struktur perekonomian Prov.
NTB masih didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian karena didalamnya
terdapat perusahaan tambang emas PT. Newmont dengan perannya mencapai 36,30
persen. Setelah sektor tersebut peranan
kedua diberikan oleh sektor pertanian yang mencapai 19,89 persen. Industri belum begitu berperan dalam
perekonomian NTB karena peranannya baru mencapai sekitar 5 (lima) persen.
Dilihat dari penggunaan PDRB
yang tercipta di Provinsi NTB, 40,79 persen digunakan untuk konsumsi masyarakat
dan 21,09 persen digunakan untuk kegiatan investasi. Investasi sangat
dibutuhkan oleh suatu daerah untuk meningkatkan perekonomiannya. Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat
pada tahun 2010 mencapai pertumbuhan sebesar 6,29 persen.
5.4.1.
PDRB
Tahun 2008 dan 2007
PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2008 sebesar
35.261,68 milyar rupiah, sedang pada tahun
sebelumnya 33522,22 milyar rupiah, atau mengalami peningkatan sebesar 5,19 persen.
Struktur perekonomian Prov.
NTB masih didominasi oleh sector pertambangan dan penggalian karena didalamnya
terdapat perusahaan tambang emas PT. Newmont dengan perannya mencapai 30,84
persen. Setelah sector tersebut peranan
kedua diberikan oleh sektor pertanian yang mencapai 23,22 persen. Industri belum begitu berperan dalam perekonomian
NTB karena peranannya baru mencapai sekitar 5
(lima) persen.
Dilihat dari penggunaan PDRB
yang tercipta di Provinsi NTB, 47,69 persen digunakan untuk konsumsi masyarakat
dan 25,08 persen digunakan untuk kegiatan investasi. Investasi sangat dibutuhkan
oleh suatu daerah untuk meningkatkan perekonomiannya. Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat
pada tahun 2008 mencapai pertumbuhan sebesar 2,63 persen. PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2007 sebesar
33.518,59 milyar rupiah, sedang pada tahun
sebelumnya 28.593,61 milyar rupiah, atau mengalami peningkatan sebesar 17,22 persen.
Pada tahun 2007, Sektor
pertanian memberi sumbangan 21,42 persen
dalam pembentukan PDRB. Tapi yang
memberikan sumbangan terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian, yaitu
sebesar 37,80 persen. Sector yang menyumbang paling kecil adalah sektor
listrik, gas dan air bersih yang hanya menyumbang 0,38 persen saja. Pada tahun
2007 PDRB atas dasar harga berlaku yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga
sebesar 14.756,97 milyar rupiah. Meningkat bila dibanding tahun lalu yang
sebesar 12.104,76 milyar rupiah.
Kontribusi konsumsi rumah tangga
menyumbang porsi terbesar dalam pembentukan PDRB atas dasar harga berlaku yaitu
sebesar 44,03 persen tahun 2007. Lalu diikuti oleh pembentukan modal tetap
bruto sebesar 22,48 persen.
6.4.1.
PDRB
Tahun 2005 dan 2004
PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2005 sebesar
25.760,0 Milyar Rupiah, sedang pada tahun
sebelumnya 22.145,6 milyar rupiah, atau mengalami peningkatan sebesar 16,32 persen. PDRB atas dasar harga konstan 2000, mengalami
pertumbuhan sebesar 1,79 persen pada tahun 2005, dan 6,07 persen pada tahun
2004. Pada tahun 2005, Sektor pertanian memberi
sumbangan 22,57 persen dalam pembentukan
PDRB, Sektor Jasa-jasa 8,63
persen, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,35 persen, dan Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar
8,08 persen.
Sedangkan PDRB Menurut
Penggunaan Pada tahun 2005 PDRB atas dasar harga berlaku yang digunakan untuk
konsumsi rumah tangga sebesar 10.293,3 milyar rupiah. Meningkat 19,92 persen
dibanding tahun lalu. Sedang berdasar harga konstan 2000, terjadi peningkatan
sebesar 4,70 persen. Kontribusi konsumsi rumahtangga dalam
pembentukan PDRB sebesar 39,96 persen tahun 2005. Pembentukan modal tetap bruto 20,37 persen,
Impor dari luarnegeri dan antar pulau 20,97 persen, dan konsumsi pemerintah
10,99 persen.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah
satu indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja
ekonomi di suatu negara. Menurut BPS (2010), PDRB merupakan jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi dalam suatu wilayah.
Hasil akhir dari analisis PDRB adalah
pertumbuhan ekonomi dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada triwulan
III-2014 terhadap triwulan III-2013 yaitu dengan subsektor pertambangan non
migas tumbuh sebesar -3,01 persen dan tanpa sub sektor pertambangan non migas
tumbuh sebesar 5,83 persen. Selain di lihat dari sudut pandang tahunan (y on
y), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) kuartal (q to q), yaitu laju pertumbuhan
PDRB pada triwulan III-2014 terhadap PDRB pada triwulan sebelumnya yaitu dengan
sub sektor pertambangan non migas tumbuh sebesar 1,32 persen dan tanpa sub
sektor pertambangan non migas tumbuh sebesar 7,96 persen.
Sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan
III-2014 sebesar 1,32 persen (q to q) didorong oleh sektor pertanian hingga
4,66 point. Sementara perekonomian NTB tahun 2014 sampai dengan triwulan III (c
to c) tumbuh sebesar 1,67 persen dan didorong oleh sektor perdagangan hotel dan
restoran sebesar 1,54 point.
PDRB provinsi NTB pada triwulan III-2013 sampai
2014 masih didominasi oleh sektro pertanian (30,72 %) diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran (19,32 %), sedangkan yang menempati urutan
ketiga yakni sektor jasa jasa (14,99 %). Dari sisi penggunaan terbesar adalah
untuk konsumsi rumah tangga dan untuk
pembentukan modal tetap bruto (PMTB), masing-masing 58,56 % dan 29,80 %.
DAFTAR
PUSTAKA
www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sekda/.../8PDRBSEKDA1.pdf
http://mataramkota.go.id/laporan-transparansi.html
Bisma
I Dewa Gde,2010, Susanto Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2003 – 2007. aneÇ Swara Edisi Khusus Vol. 4
No.3, Desember 2010.
Pusat
Telaah Dan Informasi Regional, Hasil Analisis APBD Provinsi Nusa Tenggara Barat.