undefined
undefined
undefined
Ummi , Percayalah Pasti Ada Jalan! |
|
|
Dalam hidup ini, setiap orang
sekali, dua, tiga atau kesekian kali pasti pernah mengalami momen-momen
indah. Begitu pula dengan diriku. Tepatnya sekitar 4 bulan yang lalu.
--------------------------------------------------------------------------------
Sampai pernikahan memasuki bulan ke-7, tanda-tanda calon si adik kecil belum
juga muncul. Awalnya kami khawatir kalau satu di antara kami ada yang mandul.
Namun, memasuki pertengahan bulan ke-8, calon jabang bayi tersebut hadir.
Alhamdulillah…perasaanku benar-benar bahagia. Bagiku saat itu adalah satu
momen terindah dalam hidupku. Tapi, inak sendiri malah khawatir.
"Bah, umi hamil?" kata umi waktu itu. "Hamil?! Alhamdulilah…,
akhirnya abah akan segera jadi bapak, yayang juga benar-benar akan jadi ummi.
Kita akan punya jundi kecil, ya?" aku masih tak percaya.
Umi terdiam, bengong, sepertinya agak kecewa. "Kok…abah malah senang,
nggak cemas atau takut? Abah tidak takut bagaimana nanti mengurusnya dan
membiayai kehidupan anak kita?" Aku tersenyum. Rupanya ummi sangat
khawatir, pikirannya terlalu jauh. Memang, kehidupan kami belum mapan. Aku
dan Umi masih kuliah, pekerjaanku pun masih kecil, hasilnya baru cukup untuk
biaya hidup sehari-hari. Itu pun seringnya masih kurang. Nabung bagi kami
masih jauh dari angan-angan.
Namun, bagiku, Allah pasti telah mengatur segalanya. Aku yakin, Allah
mengetahui semuanya. Mengetahui dengan pasti kapan saat yang tepat bagi kami
untuk memiliki momongan. Dan bila sekarang kami dikasih momongan, itu artinya
Allah telah percaya bahwa kami siap mengemban amanah. Aku merasa beruntung,
karena cuma 7 bulan kami harus menanti. Temanku sampai pernikahan tahunan, bahkan
ustadzku puluhan tahun belum juga menggendong momongan. Aku yakin, Allah
takkan membiarkan kami sengsara dengan kehadiran si buah hati. Lagi pula,
bukankah setiap anak membawa rezeki sendiri-sendiri? Tapi aku juga memahami
kekhawatiran Umi.
Kupegang tangan Umi. Kucoba meyakinkannya, "Mi coba pandang abah.
Begini, ya, sayang…..anak itu rezeki dan harta dari Allah. Janganlah Umi
merasa takut untuk menghidupinya atau bagaimana nanti membiayainya. Sayang,
ingatlah bahwa rezeki Allah itu sangat luas, dan tiap anak membawa rezeki
sendiri-sendiri. Lagi pula, bukan kita yang menghidupi mereka, tapi Allah.
Nanti pasti ada jalan. Coba ingat lagi satu ayat dalam Al-Qur'an, jangankan
manusia, binatang melata pun telah Allah tentukan rezekinya. Maka,
bersyukurlah atas kebahagiaan kita ini".
"Sekali lagi, pasti ada rezeki. Dan beruntung kita tidak seperti Amah
Nana yang sampai hari ini belum juga dikaruniai anak, padahal pernikahannya
sudah hampir 5 tahun. Umi harus banyak bersyukur dan yakin atas rezeki Allah.
Tidak usah risau lagi, ya?!" Sejenak Umi istighfar, "Iya, Bah,
makasih," ia merasa telah ber-suuzhzhan kepada Allah.
Alhamdulillah, Umi sudah bisa tenang. Kini, ia siap menyambut kelahiran anak
kami yang pertama, yang sudah memasuki bulan kelima kehamilan. Umi juga tak
khawatir lagi masalah rezeki. Asal aku terus berusaha pasti Allah akan
memberikan rezeki dari jalan yang tak terduga dan akan selalu ada kemudahan
dari-Nya buat menjalani ketetapan-Nya ini.
Demi menjaga kandungannya, aku minta Umi berhenti dari pekerjaannya. Kalau
terlalu capek takutnya ia kelelahan, dan bisa berakibat keguguran. Entahlah,
sejak hamil aku jadi tambah sayang padanya. Dia pun sama. Aku merasakan
bulan-bulan ini seperti bulan madu, indah dan romantis.
Melihat Umi hamil seperti ini, tiba-tiba aku jadi sering ingat orang tuaku,
terutama ibu. Aku jadi bisa ikut merasakan sendiri betapa berat ibu
mengandung diriku dahulu. Sehingga, sungguh tidak layak bila aku durhaka
kepadanya, apalagi menyakitinya. Kini aku juga paham kalau jadi bapak itu
berat. Belum lahir saja rasanya sudah berat memeliaranya apalagi nanti ketika
sudah lahir dan menginjak dewasa. Aku jadi ingat kata-kata bapak suatu waktu,
kalau di dunia ini tak ada orang tua yang enak ketika punya anak. Semua orang
tua merasa berat karena harus berkorban segalanya buat sang anak. Tenaga,
pikiran, materi, di balik kebahagiaannya punya anak.
Aku sendiri berharap bisa meniru bapak. Seorang yang rajin bekerja dan
beribadah, teliti, pintar, dan sayang pada anak-anaknya. Aku bangga jadi anak
dari bapakku. Walau beliau orang kampung tapi paham bagaimana menjadi orang
tua. Tidak seperti kebanyakan orang kota yang tak bisa jadi orang tua.
Alhamdulillah, aku dididik orang tua dengan akhlakul karimah, sehingga
mempengaruhi sifat dan karakterku sampai kini. Ya Allah, semoga engkau
membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang banyak. Sayangilah keduanya
sebagaimana mereka menyayangi diriku.
Tak cukup dari orang tuaku, aku pun mulai belajar dari perilaku Rasulullah
terhadap anak-anak kecil di zaman beliau b. Yaitu sosok orang tua yang bisa
memahami betul keadaan anak, mampu mengajari anak dengan lembut, dan
menyayangi mereka dengan tulus, walau bukan anaknya sendiri. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada engkau, ya, Rasulullah. Semoga kami
bisa selalu meneladanimu.
Buat Saudaraku, doakan kami selalu! Untuk calon jundiku semoga engkau jadi
anak yang salih dan ber-aklakul karimah. Buat Umi makasih semuanya.
Referensi : www.prayoga.net
|